Operasi Kereta Perang Gideon: Invasi Darat Skala Luas Israel di Gaza

Gaza – Mei 2025pttogel Ketegangan di Jalur Gaza kembali memuncak seiring dimulainya invasi darat skala besar Israel yang diberi nama Operasi Kereta Perang Gideon. Operasi militer ini menjadi salah satu serangan paling masif yang pernah dilakukan Israel terhadap Gaza dalam beberapa tahun terakhir, memicu reaksi keras dari dunia internasional serta meningkatkan eskalasi konflik yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.

Langkah Israel ini disebut sebagai bagian dari strategi militer jangka panjang untuk menghancurkan infrastruktur militer Hamas dan kelompok bersenjata lainnya yang berbasis di Gaza. Namun, dampak kemanusiaannya telah memicu keprihatinan luas dari lembaga hak asasi manusia dan organisasi internasional.

baca juga: timnas-indonesia-resmi-panggil-32-pemain-ada-asnawi-arhan-dan-lilipaly


Latar Belakang Operasi: Dari Serangan Roket hingga Invasi Darat

Operasi Kereta Perang Gideon diluncurkan menyusul gelombang serangan roket yang diluncurkan dari wilayah Gaza ke kota-kota di Israel selatan. Militer Israel (IDF) mengklaim bahwa serangan tersebut dilakukan oleh sayap militer Hamas, Brigade Izz ad-Din al-Qassam, yang menurut IDF telah memperluas jangkauan dan intensitas serangannya dalam beberapa minggu terakhir.

Sebagai respons, pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengeluarkan instruksi langsung kepada IDF untuk memulai operasi darat dengan intensitas penuh, dengan tujuan “menghancurkan terowongan bawah tanah, markas komando, serta kapasitas tempur musuh secara total.”

“Kami tidak akan berhenti sampai kemampuan militer Hamas lumpuh total,” tegas Netanyahu dalam konferensi pers di Tel Aviv.


Detail Operasi: Tank, Drone, dan Pasukan Elite Dikerahkan

Dalam pelaksanaan Operasi Kereta Perang Gideon, Israel mengerahkan ribuan pasukan infanteri, kendaraan lapis baja, tank Merkava, dan pesawat tak berawak (drone tempur) ke perbatasan Gaza. Serangan dilakukan secara terkoordinasi dari darat, laut, dan udara.

Satuan elit seperti Brigade Givati dan Divisi Gaza Selatan disebut memimpin serangan darat, menyasar wilayah utara dan tengah Gaza, termasuk kamp pengungsi Jabalia dan Beit Lahia. Serangan udara mendahului masuknya pasukan darat, menghantam target yang diklaim sebagai depot senjata dan pusat pelatihan milisi.

“Operasi ini dirancang dengan akurasi tinggi untuk meminimalkan korban sipil,” ujar Letjen Herzi Halevi, Kepala Staf Umum IDF. Namun, fakta di lapangan menunjukkan ratusan warga sipil turut menjadi korban.


Kondisi Gaza: Krisis Kemanusiaan Memburuk

Sejak dimulainya operasi, kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Laporan dari Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 1.000 korban jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak, sementara ribuan lainnya luka-luka dan mengungsi.

Rumah sakit di Gaza dilaporkan mengalami kekurangan obat-obatan, alat medis, dan listrik, memperburuk penanganan pasien. Serangan juga menyasar infrastruktur sipil seperti sekolah, rumah ibadah, dan pusat distribusi bantuan kemanusiaan.

Organisasi seperti Palang Merah Internasional dan PBB menyerukan penghentian kekerasan dan pembukaan koridor kemanusiaan. Sekjen PBB António Guterres menyebut situasi ini sebagai “bencana kemanusiaan yang semakin mendalam.”


Respons Dunia Internasional: Kutukan dan Dukungan Terbagi

Dunia internasional menunjukkan reaksi yang beragam. Negara-negara seperti Turki, Iran, Malaysia, dan Indonesia mengutuk keras tindakan Israel dan menyebutnya sebagai pelanggaran HAM dan hukum internasional.

Sementara itu, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa menyatakan dukungan terhadap hak Israel untuk membela diri, meski mendesak agar operasi dilakukan secara proporsional dan memperhatikan keselamatan warga sipil.

Uni Eropa mendesak gencatan senjata segera, dan negara-negara Arab kembali menyerukan penyelesaian dua negara (two-state solution) sebagai satu-satunya jalan keluar yang adil dan berkelanjutan dari konflik ini.


Strategi Jangka Panjang Israel: Hancurkan, Lenyapkan, Kuasai?

Pengamat militer menilai bahwa Operasi Gideon menunjukkan perubahan signifikan dalam pendekatan militer Israel. Bukan lagi sekadar serangan balik terbatas, tapi lebih ke arah invasi yang bertujuan mendominasi medan perang dan memaksa perubahan permanen di Gaza.

Beberapa analis memperkirakan Israel akan menjaga kehadiran militernya lebih lama dari operasi-operasi sebelumnya, meskipun berisiko memancing perlawanan gerilya berkepanjangan dari kelompok bersenjata lokal.


Kondisi Rakyat Palestina: Trauma, Ketakutan, dan Harapan yang Kian Redup

Warga sipil Palestina berada di garis depan penderitaan akibat konflik ini. Ribuan keluarga terpaksa mengungsi, kehilangan tempat tinggal, akses air bersih, dan makanan. Laporan dari Human Rights Watch menyebutkan bahwa banyak anak mengalami trauma berat, dan layanan psikologis di Gaza hampir tidak tersedia.

“Kami tidak tahu harus ke mana. Bahkan tempat yang disebut zona aman pun dibom. Kami hanya ingin hidup damai,” ujar Ahmed, seorang warga Gaza kepada Al Jazeera.


Penutup: Arah Masa Depan dan Harapan Gencatan Senjata

Operasi Kereta Perang Gideon masih berlangsung dan belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Dengan semakin tingginya jumlah korban dan tekanan global yang meningkat, gencatan senjata menjadi tuntutan mendesak dari banyak pihak.

Namun, selama akar konflik — seperti blokade Gaza, perluasan pemukiman Israel, dan status Yerusalem — belum diselesaikan, maka konflik ini berisiko menjadi lingkaran kekerasan tanpa akhir.

Pertanyaannya kini bukan hanya “kapan perang ini akan berhenti?”, tapi “akankah kedua pihak bersedia duduk dan mencari damai yang sejati?”

sumber artikel: zalora88.id